Senin, 21 Januari 2013

Truk Jadul (1930)


Kalau sekarang angkutan barang menggunakan truk, maka jaman lamo menggunakan moda transportasi darat ini : Kabau Padati. Artinya pedati yang ditarik dengan kerbau.

Foto koleksi KITLV tahun 1930 diatas memberi gambaran tentang truk jadul itu. Terlihat iring-iringan pedati sedang berhenti. Mungkin sedang mengaso untuk mengambil napas. Karena sepertinya jalan yang sedang dilewati menanjak. Para "sopir" pedati alias kusir juga mengaso. Mungkin sambil menggulung rokok daun nipah. Ada yang berdiri dan ada juga yang duduk di pinggir jalan.

Lihatlah pedatinya. Atapnya tidak melupakan arsitektur khas minangkabau. Bagonjong. Bahan penutupnya ijuk. Roda pedatinya jauh lebih besar daripada roda bendi. Hampir setinggi sang kusir yang sedang berdiri. Mungkin diameter roda berpengaruh terhadapkapasitas muatan atau meringankan daya tarik sang kerbau atau bagaimana, perlu masukan dari ahli fisika disini. Yang jelas ukuran roda ini pastilah sudah merupakan kesimpulan dari pengalaman empiris dari para pembuat pedati masa itu.

Kaki kerbau penarik pedati kelihatan lebih besar dari kaki kerbau biasa. Apakah mereka spesies tertentu? Oho, tidak. Mereka sama dengan saudara-saudaranya yang lain. Tapi mereka mendapat "kehormatan" untuk memakai sepatu. Namanya Sipatu Kabau alias Sepatu Kerbau. Nama yang jujur...:). Bahannya biasanya yang empuk seperti karet bekas dengan pengikat yang dililitkan ke sekeliling kaki. Makanya si kaki kelihatan lebih besar. Gunanya pasti untuk membuat kaki kerbau merasa nyaman dalam perjalanan. Maklumlah kondisi jalan pada waktu itu penuh dengan onak dan duri...(ala sastrawan..).

Bercerita tentang sipatu kabau ini, ibu saya almarhumah dulu  tertawa terkekeh-kekeh melihat saya pertama kali pulang dengan memakai sendal gunung. Padahal sepatu model begitu lagi tren di kalangan mahasiswa waktu itu. Saya jadi bingung. Lalu beliau berkomentar sambil terus tergelak,"Jaman dulu hanya kabau yang pakai sepatu model kayak gini..." Walah. Rupanya alas karet dengan tali-tali menyilang itu mengingatkan ibu saya dengan sipatu kabau...! No offense untuk pembuat sandal gunung :) Piss.

Kembali ke pedati. Waktu saya kecil tahun 80an awal, masih bertemu dengan iring-iringan pedati seperti di foto. Dari kejauhan kita sudah bisa mendengar bunyi ganto (genta) yang dikalungkan di leher kerbau. Terbuat dari kuningan, ganto berdentang-dentang seiring langkah sang kerbau. Tapi lama-kelamaan dengan kehadiran truk, jasa pedati terpinggirkan. Tentu karena faktor kecepatan dan kapasitas angkut yang tidak sepadan.

Pedati kalau berjalan memang selalu beriringan begitu. Istilah sekarangnya konvoi. Dulunya tentu demi keamanan di dalam perjalanan. Sebab mengangkut barang jaman itu, apalagi di malam hari,  rawan terhadap perampokan di jalan. Karena itu biasanya kusir pedati juga memiliki kemampuan beladiri. Atau paling tidak di dalam konvoi tersebut ada yang ahli beladiri. Sehingga jika terjadi pembegalan, mereka tidak mati konyol.

Uniknya, tidak seperti truk, kabau padati tetap berjalan meskipun sang kusir tertidur dimalam hari. Terutama pada waktu pulang. Sepertinya si kerbau sudah punya koordinat rumah di kepalanya sehingga tidak perlu diarahkan lagi. Jadi di tengah malam yang sunyi hanya terdengar derap langkah kerbau, derak roda pedati, bunyi ganto dan karuah (dengkur) si kusir....

15 komentar:

  1. udah pernah liat film Minangkabau tahun 30-an yg dibikin Belanda, da?

    ada di indonesianfilmcentre.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks infonyo dinda Yudi Febrianda,

      Ternyata potongan film yang diposting di blog ini berasal dari sana. Sayang, belum bisa diposting selengkapnya karena belum ada yang mosting di youtube. Mau donlot sendiri belum sempat. hehe.

      Atau Yudi berminat memulainya?

      Hapus
    2. film nyo lah ambo download via firefox, da. bekolah ambo upload ke youtube

      Hapus
    3. Kalau lah diaplot tolong info yo dinda..

      Hapus
  2. takana lagu iwan fals wak.. tampak si tuaaa sais pedaatiiiiii.......

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha..sasalero awak mah bung Garegeh....

      Hapus
  3. Ambo minta linknyo da Film Minangkabau tu

    BalasHapus
  4. Panek manurun nan jo mandaki
    Malaleh kuduak yo dek pasangan
    Batanyolah kabau nan ka padati
    Jauah ko lai.parantian............

    BalasHapus
  5. Panek manurun nan jo mandaki
    Malaleh kuduak yo dek pasangan
    Batanyolah kabau nan ka padati
    Jauah ko lai.parantian............

    BalasHapus
  6. Apo namo tali nan diiduang padati tu sanak

    BalasHapus

Kronik PRRI (Bagian 6: Wind of War)

Sebelumnya di Bagian 5: PRRI 16 Februari 1958: Presiden Soekarno kembali dari Jepang Presiden Soekarno mempercepat masa istirahat 40 harinya...