Kamis, 11 April 2013

W.H. De Greve, The Explorer (1840 - 1872)

Pembangunan infrastruktur yang pesat  di Ranah Minang pada akhir abad ke-19 tidak bisa dipisahkan dari eksploitasi besar-besaran terhadap deposit batubara yang terdapat di Sawahlunto dan Ombilin. Sebutlah: Jalan, Jembatan, Jaringan Jalan Kereta Api, Pelabuhan, dan Gedung-gedung Perkantoran, hampir semua ada kaitannya dengan batubara. Bahkan untuk luar Jawa, Sumatra Westkust adalah juara-nya infratruktur pada saat itu.

Semua itu tentu karena cadangan batubara yang ada di Sawahlunto dianggap sangat besar sehingga pemerintah kolonial Belanda tidak segan-segan untuk menanam investasi secara besar-besaran dalam bentuk infrastruktur. Tapi siapa sebenarnya manusia di balik semua itu, yang bisa meyakinkan gubernemen di Batavia bahwa investasi itu adalah layak?

Adalah seorang insinyur pertambangan berusia 27 tahun yang memulai semua "kehebohan" itu. Namanya Willem Hendrik de Greve. Lahir di Franeker, Belanda pada 15 April 1840. Mendapat gelar mijn ingenieur dari Akademi Teknik Delft. Di-SK-kan untuk meneliti kandungan batubara Ombilin pada tahun 1867, meneruskan penelitian seniornya Ir. C. de Groot pada 1858. Sebelumnya pernah bertugas di Buitenzorg (Bogor) dan meneliti kandungan timah di pulau Bangka.

Tiga tahun setelah kedatangannya ke Ombilin, pada 1870, ia memberikan laporan lengkap ke Batavia tentang perkiraan kandungan batubara sebanyak 200 juta ton. Ternyata de Greve adalah seorang pemikir yang komprehensif. Ia tidak hanya meneliti tentang kandungan batubara-nya saja tapi ia pun juga telah membuat rencana sistem transportasi yang cocok untuk pengangkutannya. Laporan inilah yang menjadi awal segalanya. Pada 1871, laporan ini ia publikasikan dengan judul Het Ombilien-kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en het Transportstelsel op Sumatra’s Weskust (Tambang Batubara Ombilin di Dataran Tinggi Padang dan Sistem Transportasi di Sumatra Barat). Negeri Belanda pun buncah.

Setelah publikasinya yang mengegerkan itu, de Greve tetap melanjutkan penelitiannya di tengah kesunyian belantara jantung Sumatra. Namun seperti kata pepatah mujua sapanjang hari malang sakijok mato, dalam petualangannya kali ini de Greve mengalami kecelakaan. Konon, perahu yang ditumpanginya terbalik di batang Kuantan pada 22 Oktober 1872. Ia tewas dalam kejadian itu.

Jenazahnya kemudian dikuburkan di Durian Gadang Silokek di Sijunjung. Foto bertanggal sama dengan tanggal kematiannya di atas memperlihatkan situasi makamnya pada saat itu. Pada sebuah tanah yang cukup lapang, dinaungi pohon-pohon besar, diantaranya terlihat pohon kelapa, jenazahnya disemayamkan. Makamnya dibuat beratap pelepah daun, mungkin kelapa atau rumbia. Berpagar dahan dan ranting kayu. Tentunya agar makam tersebut tidak digali oleh binatang buas, sesuai dengan kondisi pada saat itu. Sungguh sangat sederhana jika dibandingkan dengan kekayaan yang kelak dihasilkan oleh penelitiannya.

Dibelakang hari, kuburan itu diberi batu nisan seperti nampak pada foto di sebelah. Di atas batu pualam itu terpahat tulisan  Hier rust de mijn ingenieur W.H. de Greve den 22″ October 1872 door een ongelukkig toeval alhier omgekomen R.I.P. yang kurang lebih berarti: Di sini beristirahat dengan tenang insinyur pertambangan W.H. de Greve yang pada 22 Oktober 1872 meninggal di tempat ini karena kecelakaan.

Ironis, karena ia tidak sempat menyaksikan dampak dari hasil jerih payahnya. Pada 1891 tambang mulai dibuka. Tahun 1887-1894 jalur kereta api Padang-Sawahlunto dikerjakan. Tahun 1888-1893 pelabuhan Emmahaven diselesaikan.

Namun ternyata ia tidak dilupakan begitu saja. Sebuah taman di kota Padang dinamai Greveplein (Taman Greve), lengkap dengan sebuah monumen yang diberi nama Monumen De Greve. (lihat disini) Selain itu, dermaga di tepian Batang Arau, tak jauh dari Greveplein,  juga dinamakan De Grevekade (Dermaga De Greve).

Tapi tu dulu. Kini adakah para juragan baro masih kenal dengan nama itu? I doubt it......

(Sumber : teraszaman.blogspot.com; wikipedia; niadilova.blogdetik.com; KITLV)

4 komentar:

  1. Para juragan baro ? Apo dikampuang kini batubara bukan ditambang oleh perusahaan tambang batubara ombilin sajo ? Lah banyak pulo tambang partikulir kini ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semenjak kejayaan PT Tambang Batubara Ombilin (TBO) menyurut dan digabung ke PT Bukit Asam (BA), setelah era reformasi bermunculanlah tambang-tambang masyarakat seperti cendawan di musim hujan pada lahan eks PT TBO.

      Tambang ini yang menghasilkan para juragan baro baru di ranah minang. Namun ndak bisa dipungkiri juga bahwa kesuksesan juragan baro diiringi dengan kerusakan lingkungan dan kerusakan jalan akibat truk baro yang hilir mudik dengan muatan yang overload.

      Hapus
  2. Uda Ntonk, ko baru tau wak Meneer de Greeve dimakamkan di durian gadang. Salamo ko main ka durian gadang pai ka bangkai lokomotif se nyo. Nan makam meneer ko dak pernah tasabuik dek pemda do. Anatah kok urang2 tuo durian gadang kok tau. Kok sempat pulang bisuak, wak cari infonyo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahmad Topan, ado kawan kito pemilik blog teraszaman.blogspot.com nan alah sampai di lokasi tu. Baliau tu tingga di Sawahlunto. Mungkin beliau bisa membantu. Foto nisan itu ambo ambil dari blog tersebut.

      Hapus

Kronik PRRI (Bagian 6: Wind of War)

Sebelumnya di Bagian 5: PRRI 16 Februari 1958: Presiden Soekarno kembali dari Jepang Presiden Soekarno mempercepat masa istirahat 40 harinya...