Beberapa hari setelah ambo memosting tentang sebuah surau yang berbentuk agak "ganjia" di nagari Taluak -pinggiran kota Bukittinggi- (lihat disini), salah seorang kakak laki-laki ambo menginformasikan bahwa dirinya juga menemukan bangunan yang juga "ganjia" saat browsing-browsing. Lokasinya? Masih di Taluak.
Bangunan di atas jika dilihat dengan perspektif sekarang tidaklah aneh. Semenjak pak Harun Zain jadi gubernur dengan slogan mengembalikan harga diri urang awak setelah peristiwa PRRI saisuak, atap berbentuk gonjong wajib menjadi penutup bagian atas bagi semua bangunan pemerintah di Ranah Minang. Menurut beliau untuk menunjukkan identitas ke-Minang-an. Jadi apapun mode bangunannya, atapnya harus bagonjong.
Tapi lain halnya dengan perspektif masa itu. Rumah bagonjong adalah rumah tradisional. Dindingnya kalau tidak terbuat dari tadia (anyaman bambu) ya dari papan berukir. Tidaklah lazim bangunan "modern" beratapkan gonjong. Modern disini maksudnya adalah rumah batu atau berbahan baku adukan semen.
Tapi lihatlah foto diatas. Sebuah rumah batu berwarna putih beratap gonjong berdiri kokoh tinggi menjulang diantara jejeran rumah berbahan "tradisional". Arsitekturnya juga ke-belanda-belandaan. Terlihat juga bahwa rumah ini berada di tengah kampung, tidak terpencil. Banyak tetangganya. Apalagi di sebelahnya ada kolam yang cukup luas. Bisa jadi berisi ikan gurami, mujair atau paweh.
Arsitektur yang cukup berani pada masanya. Akan lebih berani lagi jika kita baca caption foto yang dipajang oleh Tropen Museum: Priesterschool Taloeg bij Fort de Kock. Sekolah pastor Taluak dekat Fort de Kock. Tahunnya antara 1910-1930, tanpa tambahan keterangan lain.
Pertanyaan langsung mengawang dalam pikiran. Benarkah di Taluak pernah ada sekolah pastor? Kalau benar ada, kok bisa? Karena takut dengan Belanda atau karena ada alasan lain? Atau ada Taluak lain di dekat kota Bukittinggi? Atau....
Sekelebat imajinasi liar mengisi kepala kakak laki-laki ambo tadi. Jangan-jangan bangunan Surau Ngarai yang unik itu dihadiahkan oleh Belanda sebagai imbalan kepada penduduk nagari Taluak karena telah bersedia "menerima" pendirian lokasi sekolah pastor ini di nagari mereka........
Jika ditelisik lebih dalam bisa saja hal itu terjadi. Pertama, kedua bangunan itu -baik surau maupun sekolah pastor- bercorak arsitektur yang tidak umum terdapat di dalam sebuah kampung di Ranah Minang pada masanya. Kedua, masa foto ini diambil hampir bersamaan. Seolah ada hubungan antara mereka. Foto Surau Ngarai bertahun 1900-1925 sedangkan foto Sekolah Pastor bertahun 1910-1930.
Mungkinkah? Entahlah. Tapi yang jelas sebenarnya masih ada satu bangunan "ganjia" lagi di dalam foto ini. Lihatlah kesebelah kanan foto. Ada bangunan bulat berwarna putih, beratap gelap meruncing keatas dengan jendela atau motif lengkung-lengkung. Apa itu? Sekali lagi, entahlah. Mudah-mudahan saja masih ada foto berikutnya dari Taluak.....
(Sumber : Tropen Museum)