Sabtu, 07 Mei 2011

Mantri Kopi Alahan Panjang (1877)

Sewaktu melihat-lihat koleksi Tropen Museum, ambo tertarik pada foto ini. Atau lebih tepatnya, miris atau lebih tepatnya lagi, sedih. Di foto ini terlihat seseorang dengan memakai saluak -yang menandakan ia adalah seorang penghulu suku atau datuak- duduk berjongkok disamping 2 orang bule berjenggot. Yang satu berdiri dan yang satu duduk.
Ternyata ketertarikan awal itu berlanjut kepada "penemuan" bahwa foto itu merupakan bagian dari hasil Midden Sumatra Expeditie (Ekspedisi Sumatera Tengah) yang berlangsung selama 2 tahun, yaitu antara 1877-1879 dan disponsori oleh Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) atau Masyarakat Geografi Kerajaan Belanda. Ekspedisi ini berhasil memetakan bagian tengah pulau Sumatera, mengikuti alur Sungai Batanghari dan sekitarnya.
Dua orang bule itu adalah peneliti Belanda, yaitu Arend Ludolf van Hasselt (kelak menjadi Residen di Riau) dan Johannes Francois Snelleman (kelak menjadi direktur museum di Rotterdam). Sedangkan angku kita yang sedang berjongkok itu ternyata adalah seorang koffiemantri untuk kawasan Alahan Panjang dan sekitarnya yang bernama Pakih Sutan.

Wow. Seorang mantri kopi? Sebuah jabatan adminstratif sebagai seorang inspektur perdagangan kopi tentu bukanlah orang sembarangan. Ini terkait juga dengan Minangkabau sebagai daerah produsen utama tanaman kopi di Hindia Belanda pada jaman tanam paksa. Mantri kopi setidaknya adalah orang yang berpendidikan, artinya pernah sekolah dan bisa tulis-baca. Sebuah keterampilan yang sangat langka pada saat itu.
Paling tidak hal ini bisa terlihat pada foto kedua. Kewibawaan dan tatapan mata yang tajam cukup memperlihatkan bahwa beliau adalah seorang pejabat pada masanya. Perhatikan juga bahwa jas dan saluak dipakai dengan cara yang persis sama dengan foto sebelumnya.

Belum cukup itu saja. Ternyata angku mantari kupi ini cukup terkenal juga. Terbukti bahwa lukisan foto (atau foto lukisan?) beliau dan istri beserta satu orang lain (yang disebut sebagai "penulis pribumi" -mungkin maksudnya penterjemah), juga dimuat dalam buku karya F.J van Uildricks yang berjudul Beelden uit Nederlandsch Indiƫ (Gambar-gambar dari Hindia Belanda). Buku ini diterbitkan tahun 1893. Sekali lagi, perhatikan gaya pakaian dan saluaknya. Persis sama...:)

Nah, kembali kepada komentar pertama ambo tadi. Ambo miris bahwa seorang dengan jabatan adat dan jabatan administratif yang relatif tinggi, masih saja berjongkok kepada orang Belanda yang ternyata"hanya" para peneliti biasa. Konon lagi rakyat jelata. Begitulah nasib anak jajahan....:(

(Sumber : Tropen Museum; digital.staatsbibliothek-berlin.de; knag-expedities.nl)

1 komentar:

Kronik PRRI (Bagian 6: Wind of War)

Sebelumnya di Bagian 5: PRRI 16 Februari 1958: Presiden Soekarno kembali dari Jepang Presiden Soekarno mempercepat masa istirahat 40 harinya...