Sabtu, 28 Januari 2012

Orang Rantai (1892 - 1938)

Jika berbicara soal kerja paksa --seperti jaman Romusha oleh Jepang--, maka sebenarnya di Ranah Minang pada jaman kolonial Belanda juga ada kerja paksa, bahkan sebenarnya menjurus ke perbudakan. Lokasi terjadinya adalah di tambang batubara ombilin antara tahun 1892-1938.

Lihatlah gambar dibawah. Dua orang dengan kaki dan tangan dirantai sedang diturunkan dari sebuah kendaraan, Tepatnya gerbong kereta api --yang merupakan alat transportasi utama pada saat itu. Merekalah yang disebut dengan "orang rantai". 


Orang rantai merupakan sumber tenaga kerja murah bagi tambang batu bara di Sawahlunto yang sedang naik daun produksinya pada saat itu. Betapa tidak, hanya dengan menyediakan makan dan minum serta sedikit upah, tenaga kerja tersedia untuk menambang selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Non-stop.

Darimana datangnya orang rantai ini? Mereka adalah para narapidana dari penjara-penjara yang ada di Pulau Jawa dan tempat-tempat lain di Hindia Belanda. Dan sialnya, mereka ternyata tidak hanya terdiri dari para kriminal semata, tetapi juga para pemberontak dan tawanan politik yang melawan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Jadi sebenarnya sebagian dari orang rantai adalah para pahlawan lokal yang nasibnya berakhir di pelosok Ranah Minang --tepatnya di dalam lubang tambang di Sawahlunto. Bercampur dengan para penjahat.

Orang rantai bekerja dalam 3 shift, pagi-siang-malam, masing-masing 8 jam. Mereka digiring dari kamp ke lubang tambang secara berbaris dengan cara kaki dan tangan dirantai satu sama lain. Begitupun waktu pulang. Persis binatang ternak yang digiring majikannya.  

Apapun bisa terjadi di dalam lubang tambang. Dendam dan permasalahan yang tidak selesai diluar bisa diselesaikan dengan perkelahian dan pembunuhan di lubang tambang. Pimpinan tambang tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Fasilitas kesehatan disini hanyalah untuk menjaga agar para orang rantai tetap sehat. Karena hanya yang sehat yang bisa bekerja. Tidak ada alasan lain. 

 Orang rantai yang masuk Sawahlunto berarti bersiap berkubur di sini.  Tanpa ada berita, semua lenyap ditiup angin Sawahlunto. Tidak ada jurnalis, tidak ada penggiat HAM yang mengetahui dan mengabarkan apa yang sebenarnya terjadi ke dunia luar. Tidak ada yang tahu bahwa perbudakan masih terjadi di zaman modern di dalam perut bumi Ranah Minang.



Ada satu hal yang menarik perhatian ambo. Tidak ada satupun dokumentasi yang ambo temukan sejauh ini yang menunjukkan adanya orang yang tangan dan kakinya dirantai terlihat sedang bekerja di dalam tambang. Contohnya seperti foto di atas. Para penambang bekerja dengan mengayunkan linggis sementara para bule dan centeng nyender-nyender ke tonggak sambil mengawasi pekerjaan.

Ada 2 kesimpulan ambo tentang hal ini. Pertama, bahwa perantaian hanya dilakukan pada saat di luar tambang. Dapat dimaklumi karena tidak ada tempat lari di dalam lubang tambang yang sempit dan pengap itu. Satu lagi, bagaimana mereka bekerja mengayunkan linggis dan mengambil kuda-kuda dengan kuat kalau saling dirantai? Artinya produktivitas tidak akan maksimal.

Kesimpulan kedua adalah bahwa memang para juragan tambang kolonial sengaja tidak memotret orang rantai yang sedang bekerja di dalam tambang. Tentunya untuk kepentingan politis. Apa kata dunia nanti? Jadi yang dipotret adalah buruh bebas atau buruh kontrak saja. Ini karena kedua jenis buruh ini juga ada di tambang batu bara ombilin.

Terakhir, tidak hanya selagi hidup, setelah meninggal dunia pun, tidak ada penghargaan yang layak bagi orang rantai. Tidak ada nama di nisannya agar keluarganya dapat mengunjungi dan berkirim doa. Yang ada hanya lah sederet nomor yang tidak begitu jelas artinya. Nomor register orang rantai kah atau nomor register kematian kah? Antahlah, yuang...


Sumber : kitlv.nl, sawahloento.blogspot.com, teraszaman.blogspot.com

11 komentar:

  1. Salam kenal pak blogger, di kampuang ambo Sawahlunto ko ado museum Goedang Ransoem. katonyo dulu iko dapur umum untuak urang rantai. Kini dijadikan museum. Masih banyak peninggalan dapur umum ko yg dipajang disitu, kuali gadang, pariauak gadang, sendok nasi gadang, soalnyo yg kadiagiah makan ribuan orang. yang hebat bahan bakarnyo bukan kayu, tapi uap. ambo ndak mangarati teknik tapi katonyo ado boiler gadang untuak mamasak aia, kemudian uap dari boiler ko dialirkan ka tungku tungku yg berjumlah 20-30 buah.
    Foto foto banyak juo disitu, tapi pengunjung langang...........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal balik pak Jef...bilo-bilo ado kesempatan ambo caliak sado nan gadang-gadang di kampuang pak Jef tu...:)

      Hapus
  2. salam kenal, pak jef. menanggapi tentang museum goedang ransum tu, indak lo langang doh pak jef, soal nyo itu wisata minant khusus, cubo lah pak jef cek data pengunjungnyo.
    bagi orang luar museum tu sangat luar biasa, kalau paralu foto goedang ransum bisa kontak ambo.
    untuak uda ntonk, maju taruih blog nyo.
    wasalam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Antahlah da, tapi waktu ambo kasitu kami se batigo baranak yang maengak engak didalam hehe. Tapi sukur bangunannyo masih terjaga karano banyak bangunan peninggalan ulando yg lah indak jaleh bantuaknyo lai.

      Hapus
    2. supayo ndak mahengak hengak, ado ruangan audio visual pak, dan di balakang ado iptek center untuak manambah pengetahuan anak pak.

      Hapus
    3. Bung Palanta Budaya bantuaknyo sangat paham soal Sawahlunto. Kalau memang ado foto-foto atau cerita-cerita lamo yang terjadi dan jarang di publish di Sawahlunto, buliahlah di share di blog ko.
      Sebagai pertanyaan awal : ambo sangat susah mendapatkan foto Ir. W.H.De Greve di internet. Apo bung PB punyo?

      Hapus
    4. iko ado carito tentang sawahlunto juo nan ambo browsing, mungkin ado dunsanak nan bisa melengkapi tulisan ko. http://palantabudaya.blogspot.com/2012/02/tenggalamnya-kapal-sawahloento.html?utm_source=BP_recent
      cubo cek di blog kawan ambo teraszaman.blogspot
      kami ba 2 tiok hari di sawahlunto. mungkin bisa kito saling mengisi

      Hapus
  3. http://teraszaman.blogspot.com/2011/04/mengenang-sosok-willem-hendrik-de-greve.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. thanks uda PB. Ambo pun waktu menulis postingan iko merefer ke blog uda wak tu (foto terakhir). Salam ka kawan pemilik blog teras zaman.

      Hapus

  4. Thanks infonya min :)
    Ternyata Sawahlunto menyimpan nilai sejarah yang sangat berharga min.

    Agan-gan kalau mau lihat Lubang Mbah Suro dengan foto virtual. bisa lihat di sini:

    http://indonesiavirtual.com/index.php?option=com_jumi&fileid=11&Itemid=109&id_img=238

    Salam kenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah saya liat agan Indonesia Virtual. Asyik juga muter-muter pandangan keliling tanpa perlu ke sana...good job!

      Hapus

Kronik PRRI (Bagian 6: Wind of War)

Sebelumnya di Bagian 5: PRRI 16 Februari 1958: Presiden Soekarno kembali dari Jepang Presiden Soekarno mempercepat masa istirahat 40 harinya...