Sabtu, 30 November 2013

Jejak VOC di Sumatra Barat (1659-1799)

Kongsi Perdagangan Hindia-Timur (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. VOC dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.

Di kalangan orang Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni, diambil dari kata "compagnie" yang ada dalam singkatan namanya,. Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalnya VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.

Karena banyaknya pegawai VOC yang curang dan korup serta bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis, VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden serta kekayaan  berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia yang selanjutnya dikuasai langsung oleh kerajaan Belanda.

Bagaimana di Sumatera's Westkust? Inilah gambaran sekilas sepak terjang VOC di Sumatera Barat:

Padang : Loji/Gudang (tahun 1659); berubah menjadi Gudang Besar dan Barak {tahun 1668), selanjutnya  berubah menjadi Benteng.
Produk : Merica, Garam, Kapur Barus, Kemenyan

Priaman: Loji (tahun 1671);  berubah menjadi Benteng tahun 1684

Airhaji: Loji
              Produk: merica dan emas

Airbangis: Loji (tahun 1669)
                  Produk: merica, kelapa dan minyak kelapa

Indrapura: Loji (tahun 1659)
                   Produk: merica

Pulu Tjinkuk (atau Pulu Tjinko): Loji dengan kantor perwakilan dagang (1662)
                                                      Produk: merica

Secara umum Sumatera Barat menguntungkan bagi VOC, meskipun keuntungan itu harus diperoleh dengan susah payah. Biaya operasional penambangan emas. misalnya, semakin lama semakin bertambah besar jika  dibanding hasilnya. Sementara perdagangan merica bersifat fluktuatif. Hal ini terjadi karena di Eropa merica juga diimpor dari tempat lain. Selain itu juga karena pedagang yang berada diluar kawasan monopoli VOC di sepanjang pantai barat Sumatra tetap aktif. Apalagi sejak British East India Company yang terusir dari Banten tahun 1684 membuka kantor mereka di Bengkulu.

Sekarang mari kita lihat satu persatu.

Ajerbangis (disebut juga Aijerbangis atau Aijerbangies); sekarang Airbangis.
VOC mendirikan loji disini setelah di Priaman (1671). Ini hanya sebagai pos tambahan. Sampai abad ke-18 hanya ada sekitar sepuluh orang pegawai VOC disini. Yang diperdagangkan adalah merica, kelapa dan minyak kelapa. Bersama dengan Priaman dan Tico, loji ini dihapuskan tahun 1770.

Tico (disebut juga Ticous, Tikoes, Tacauw, Ticou); sekarang Tiku .
Di Tico, utara Priaman, VOC mendirikan kantor tahun1667, setelah Poulo Tijnko. Seperti halnya Ajerbangis, ini hanya pos tambahan.  Di Tiku VOC menukar merica dengan pakaian dan kain katun. Dihapuskan bersama dengan Priaman dan Ajerbangis pada 1770.

Priaman (disebut juga Priamang atau Priamange); sekarang Pariaman .
 Priaman berada di sebelah utara Padang. VOC membuka loji disini tahun 1671 dan selanjutnya membangun sebuah benteng Fort Vredenborg (juga disebut Vredenburg and Vreedenburg). Tahun 1684, Priaman dikuasai oleh Kesultanan Aceh, bersama Padang dan Indrapoura serta beberapa kawasan VOC lainnya di pantai barat Sumatra. Meskipun akhirnya berdamai, perdagangan di daerah ini tetap dipengaruhi oleh konflik antara Sultan Aceh dan kerajaan-kerjaan kecil di sekitarnya. Selain itu juga persaingan dengan perusahaan dagang Inggris menjadi masalah akut di sini. Beberapa kali pos di Priaman ini ditinggalkan, termasuk tahun 1698. Akhirnya dihapus tahun 1770 bersama Ajerbangis and Tico.

Padang
Pada 1667 Jacob Jorisz ditunjuk sebagai komandan dari 110 pegawai VOC di Padang (itermasuk 40 sampai 50 orang tentara). Pada 1670, loji besar ini ditunjuk sebagai pusat dari seluruh kawasan VOC di pesisir barat Sumatra. Pada 1668 Padang ditunjuk sebagai ibukota. Kota ini dilengkapi dengan rumahsakit, gereja dan alun-alun yang dikelilingi oleh perkantoran. Sesudah tahun 1700, penduduk didalam benteng berjumlah 430 orang pada tahun 1730. Ekspor utama Padang adalah merica, garam, kapur barus dan kemenyan.

Troisang, sekarang Tarusan .
Catatan tertulis tentang pos VOC ini tidak ditemukan. Hanya diketahui lewat peta.

Sillida (disebut juga Silido, Sillida, Zelida, Zilida, Zillida, Salido Ketjil, Pinang ), sekarang Painan .
Di Painan VOC mendirikan Benteng Fort Cronenburg. Daerah ini menghasilkan emas dan perak. Sebelumnya VOC membelinya dengan cara barter kepada penduduk lokal. Pada tahun 1667 VOC memeperoleh izin menambang emas dan perak di Sillida dari raja Indrapoera, Taroesan and Bajang . Pada tahun 1670, pertambangan emas dibuka. Masalahnya adalah petambang orang Eropa sangat mahal dan tidak cocok dengan iklim tropis.  Pada tahun 1696, pertambangan ditutup sementara. Dilanjutkan lagi pada awal abad 18 dengan mempekerjakan budak-budak dari Madagascar. Karena kondisi lingkungan yang tidak sehat di pertambangan, tingkat kematian sangat tinggi. Dari sini emas dan perak dikapalkan dalam bentuk mentah karena untuk membuat proses pengolahan logam sendiri memerlukan biaya yang sangat besar.  Akhirnya tambang ini disewakan VOC kepada Angku Lareh Sillida .

Reruntuhan Gerbang Pulau Cingkuak
Poulo Chinco (disebut juga Chinco, Poulo Chinco, Poulo Chinko, Pulu Tjinko, Poelau Ching cake, Pulu Tjinkuk); sekarang Pulau Cingkuak.
Poulo Chinco adalah sebuah pulau kecil di depan Painan . Pada tahun 1667 pulau ini dipagari dengan konstruksi batu pada bagian bawahnya. Pada tahun 1669 di sinididirikan sebuah gudang dengan konstruksi batu. Disini juga berkedudukan Kepala Dagang Pesisir Barat Sumatra, langsung dibawah komando Tuan Kumandur di Padang.  Di sebelah rumah Tuan Kepala Dagang berdiri gudang merica dan kain. Merica diekspor dari sini, sedangkan kain dibeli di India dan digunakan sebagai penukar merica masyarakat. Di sini terdapat juga rumah budak dan rumah jaga serdadu. Semua tersedia di pulau ini, termasuk anggur, yang sebenarnya tidak begitu diperlukan di sebuah pulau di daerah tropis yang panas.

Indrapoera (disebut juga Indrapoura dan Indapoura); sekarang Indrapura
Indrapoera berlokasi antara Padang dan Bengkulu. Sekitar tahun 1659 VOC mendirikan kantor di sini. VOC menandatangani kontrak dengan sultan Indrapoera tentang monopoli merica. Tahun 1702 sebuah garnisun VOC dibantai dalam sebuah pemberontakan di sini. Pada 1716 VOC mendirikan loji baru dengan menandatangani kontrak baru dengan sultan setempat.

Adjarhadja (disebut juga Adjarhadja, Adjer Hadja, Ajerhadia, Ajerhadja, Aijerhadja); sekarangAirhaji .
Adjarhadja berada dekat dengan Indrapoera . Adjarhadja adalah sebuah pasar kecil dan pos pengamatan bagi VOC. Dengan melindungi raja-raja setempat dari ancaman Sultan Aceh, VOC berhasil memonopoli merica disini.  

Menurut catatan, pada tahun 1770, di pesisir barat Sumatra terdapat 290 pegawai VOC yang berpusat di Padang. Dengan pegawai yang hanya sebanyak itu, VOC bisa berkuasa hampir 200 tahun. Betapa ajaibnya...

(Sumber: vocsite.nl;  wikipedia; voc-kaap.org; suetoclub.files.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kronik PRRI (Bagian 6: Wind of War)

Sebelumnya di Bagian 5: PRRI 16 Februari 1958: Presiden Soekarno kembali dari Jepang Presiden Soekarno mempercepat masa istirahat 40 harinya...